Hell Yeah Pointer 5

Jumat, 16 September 2022

Mengenal Upacara Sekaten


Sekaten adalah rangkaian kegiatan tahunan yang dijadikan sebagai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diadakan oleh Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Sekaten berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta yang dilaksanakan setiap tanggal 5 sampai 11 Rabi’ul Awal dan ditutup dengan upacara Garebeg Mulud pada 12 Rabi’ul Awal. Awal mula adanya Sekaten yaitu dimulai dari kerajaan-kerajaan Islam di tanah Jawa pada zaman Kesultanan Demak. Saat itu, orang Jawa menyukai gamelan pada hari raya Islam, yaitu hari lahirnya Nabi Muhammad, sehingga dimainkanlah gamelan di Masjid Agung Demak.  

Asal Usul 

Tercetusnya nama Sekaten sendiri diadaptasi dari kata syahadatain yang berarti persaksian (syahadat) yang dua. Kemudian mengalami perluasan maksa menjadi: 

1. Sahutain (menghentikan atau menghindari perkara dua, yaitu sifat lacur dan menyeleweng), sakhatain (menghilangkan perkara dua, yaitu watak hewan dan sifat setan) 

2. Sakhotain (menanamkan dua perkara, yaitu selalu memelihara budi suci atau budi luhur yang selalu mendambakan diri pada Tuhan) 

3. Sekati (setimbang, orang hidup harus bisa menimbang atau menilai hal-hal yang baik dan buruk) 

4. Sekat (batas, orang hidup harus membatasi diri untuk berlaku jahat).

Prosesi  Upacara tradisional Sekaten dilakukan selama tujuh hari, adapun tahapan-tahapannya sebagai berikut: 

1. Gamelan sekaten dibunyikan pada pukul 16.00 sampai kira-kira jam 23.00 pada tanggal 5 Rabi’ul Awal. 

2. Gamelan dipindahkan ke pagongan di halaman Masjid Besar mulai jam 23.00. 

3. Hadirnya Sri Sultan beserta pengiringnya ke serambi Masjid Besar untuk mendengarkan pembacaan Riwayat kelahiran Nabi Muhammad SAW, diselenggarakan pada tanggal 11 Rabi’ul Awal. 

4. Dikembalikannya gamelan sekaten dari halaman Masjid Besar ke Kraton sebagai tanda berakhirnya upacara Sekaten. 

Terdapat dua tradisi yang dilakukan selama Sekaten berlangsung, yaitu Grebeg Muludan dan Numpak Wajik. 

1. Grebeg Muludan diadakan pada tanggal 12 Rabi’ul Awal atau sebagai acara puncak peringatan Sekaten. Tradisi ini dimulai dari pukul 08.00 sampai 10.00 WIB dikawal dengan 10 macam bregada (kompi) prajurit Kraton. Prajurit tersebut adalah wirabraja, dhaheng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Nyutra, Ketanggung, Mantrirejo, Surakarsa, dan Bugis. Pada tradisi ini aka nada sebuah gunungan yang berisikan beras ketan, makanan, buah-buahan, serta sayuran yang dibawa dari Istana Kemandungan ke Masjid Agung untuk didoakan. Setelah didoakan, bagian gunungan yang dianggap sacral akan dibawa pulang dan ditanam di sawah atau ladang agar sawah mereka dapat tumbuh subur dan terbebas dari bencana.

2. Upacara Numpak Wajik dilaksanakan dua hari sebelum Grebeg Muludan, diadakan di halaman Istana Magangan pada pukul 16.00. Upacara ini berisikan kotekan atau permainan lagu menggunakan kentongan, lumping (alat untuk menumpuk padi) dan sejenisnya. Numpak Wajik menjadi tanda awal pembuatan gunungan yang akan diarak pada saat acara Grebeg Muludan. Lagu-lagu yang dimainkan dalam upacara Numpak Wajik adalah lagu Jawa popular, seperti Lompong Keli, Tundhung Setan, Owal Awil, dan lainnya. Pantangan 

Pantangan dalam pelaksanaan upacara tradisional terdapat beberapa pantangan, yaitu sebagai berikut: 

1. Abdi dalem niyaga (penabuh gamelan) semala menjalankan tugasnya memukul gamelan pusaka Kyai Sekati dilarang untuk melakukan hal-hal tercela, baik perkataan maupun perbuatannya. 

2. Selain itu para abdi dalem juga pantang melangkahi gamelan pusaka, dilarang untuk menabuh atau memukul gamelan sebelum menyucikan diri dengan berpuasa dan mandi jamas. 

3. Pantangan lainnya adalah, para abdi dalem niyaga pantang membunyikan gamelan pada malam Jumat dan hari Jumat siang, sebelum lewat waktu shalat dhuhur.


Sumber : https://www.kompas.com/stori/read/2021/04/27/160514979/sekaten-asal-usul-prosesi-tradisi-dan-pantangan?page=all

0 komentar:

Posting Komentar